Fakta kehidupan anak remaja ( sisi negatif )
artikel ini saya kutip dari salah satu forum tanpa ada perubahan dan berdasarkan info ts nya melakukan wawancara dengan beberapa remaja putri dan kasus ini kebanyakan remaja putri
"Uang dari orangtua mana cukup buat
beli baju gaul, HP model terbaru? Bisa ketinggalan kita," kata Ratna,17,
(bukan nama sebenarnya), cewek ABG kormod alias korban mode.
Upaya memenuhi keinginannya itu, Ratna rela jadi pelacur amatir. Pusat
perbelanjaan dijadikan sebagai ajang bergaul sekaligus meraup rupiah dari
lelaki iseng pencari kenikmatan sesaat. Mejeng di mal sambil mencari mangsa.
Terhadap ABG kelompok ini, pria iseng cukup bermodal Rp100 ribu, bisa kencan
sambil menjamah tubuh, meskipun hanya sebatas close up alias setengah badan.
Sepak-terjang ABG yang menjajakan diri ini bisa ditemui di sejumlah pusat
perbelanjaan di ibukota. Ironisnya, mereka rata-rata berstatus pelajar, ada
juga mahasiswi.
Alasan mereka kepada orangtua, pergi belajar kelompok atau mengikuti kegiatan
sekolah agar bisa bebas keluar rumah. ABG bangor beroperasi di mal tak cuma
malam hari, tapi banyak pula dijumpai nongkrong siang bolong menjajakan diri.
Mereka ada yang dijuluki cewek parkir lantaran mangkalnya di tempat parkir, ada
pula mangkal di pusat jajan makananan (food court), ada juga yang mencari
sasaran di depan gedung bioskop. Pekcun alias perek culun, begitulah julukan
yang sering dilontarkan publik terhadap mereka.
Lebih Agresif
Dari pantauan sebuah koran Jakarta, di mal pada kawasan Kalibata misalnya, ada
sekitar 30 cewek ABG mencari mangsa tersebar di ruang tunggu bioskop, food
court dan tempat parkir. Pemandangan serupa dapat dipantau pada pusat
perdagangan dan perbelanjaan di kawasan Senen serta pusat perdagangan dan
perbelanjaan di kawasan Rawamangun.
Gaya mereka menyerupai gadis lainnya yang datang ke mal untuk belanja. Inilah
yang kerap membuat jengah gadis baik-baik karena kena imbas dikira cewek mal
cari mangsa.
Mengenakan celana jins model pensil, kaos lengan pendek, blus model baby dol
yang sedang ngetren, penampilan mereka sama sekali jauh dari kesan sebagai
pelacur.
Namun bila diperhatikan, ada hal yang membedakan antara ABG pelacur dengan ABG
baik-baik. ABG pelacur tampil centil, genit, agresif, berani menggoda lelaki
meski belum dikenal dan bersikap sangat ramah.
Sasaran mereka, selain pria yang biasa dijuluki brondong juga lelaki setengah
baya alias om-om parlente dan tajir alias berkantong tebal.
"Nih brondong keren euy. Tapi keren-keren gitu namanya Parto lho, atau
Gino kali ya?" celetuk satu cewek ABG di depan bioskop yang disambut tawa
cekikikan dua teman lainnya.
Bagi pria yang masuk perangkap, kencan pun dimulai. Obrolan mereka nyambung dan
langsung akrab.
Sama halnya di food court, cara mereka menarik perhatian lelaki dengan
kerlingan mata atau membuat canda berlebihan. “Meskipun cuma dibayarin makan
aja, gak apa-apalah, lumayan juga,” kata Ratna, yang mengaku dirinya dan bersama
geng kerap mangkal di satu mal kawasan Kalibata.
Lain lagi dengan cewek parkir, tampilannya berlagak menunggu teman. Padahal
mereka mejeng sambil matanya melirik-lirik ke arah lelaki yang diincar.
Layanan Close Up
Kelompok ABG ini selain mencari uang juga mencari kesenangan di mal. Target
lain bisa belanja barang harga mahal dan dapat menyantap makanan enak.
Tarif mereka terbilang murah antara Rp 100 ribu hingga Rp300 ribu. Pelaku
prostitusi terselubung ini memberi pelayanan dari pinggang ke atas. Istilah
mereka close up.
Pelayanan colse up berlangsung singkat. Tempatnya di dalam gedung bioskop
sambil nonton film. Lelaki iseng leluasan menggerayangi tubuh ABG selama
pemutaran film berlangsung. Kencan bisa juga dilakukan di dalam mobil yang
sedang diparkir.
Bila mau pelayanan lebih, harus tambah ongkos minimal Rp300 ribu untuk
di-booking ke hotel. Harga pasaran ABG ini bisa turun asal mereka diajak
shoping.
"Sebelum ngeroom (istilah untuk ngamar) kita belanja-belanja dulu,"
cerita Ririn, ABG lainnya.
Bagi lelaki pemburu ABG di mal, paham betul cara menggaet mereka. Tentu dengan
cara mengajak belanja pakaian dulu, baru dibawa ke kamar hotel.
Mau mencari cewek parkir dimal? Mereka biasa mejeng sekitar Pk. 19:00 saat
pengunjung banyak yang mulai meninggalkan mal. Operasi pekcun kelompok ini
cukup rapih. Mereka tak hanya mejeng di area parkir, tapi kadang bersembunyi di
tempat tertentu.
Untuk bisa menemui mereka, lebih dulu ketemu juru parkir (jukir) nyambi sebagai
germo. Jukir yang nyambi ini kemudian mengontak mereka. Pekcun beroperasi di
arena parkir, geliatnya lebih profesional ketimbang yang mangkal di sekitar
bioskop atau di food court.
Tentu saja si tukang parkir mendapat jatah dari cewek yang dapat tamu. Setiap
kali dapat tamu, si cewek memberi upah Rp20 ribu hingga Rp50 ribu.
Tak hanya tukang parkir yang kecipratan uang. Kalangan preman pun mendapat
jatah uang perlindungan. “Kalau mau aman, ya kita bagi juga mereka, sekedar
buat beli rokok,” ucap Siska, 19, cewek parkir, sambil menyebut nilai minimal
Rp20 ribu untuk jatah preman.
Preman ini bukan tanpa jasa. Kerja mereka menghubungi si pekcun bila ada razia
petugas. “Tugas mereka harus cepet-cepet kasih tau kita kalau ada petugas,”
ungkap Lina, 17, dara yang mengaku pelajar satu SMA di Jaksel.
Dalam satu minggu, pekcun mengantongi uang antara Rp200 ribu Rp400 ribu. Mereka
mengaku tak ada germo yang mengkoordinir secara khusus.
Beberapa tahun silam, aparat merazia puluhan ABG dirazia di mal kawasan
Kalibata. Terbukti keberadaan mereka dikoordinir seorang cewek yang bertindak
sebagai germo.
Fenomena ABG jual diri merupakan imbas dari rongrongan gaya hidup metropolis,
tak seimbang dengan kemampuan ekonomi orangtua.
Butuh duit
buat jajan
SISKA begitu ia biasa dipanggil. Gadis yang baru
tumbuh dewasa itu mengaku menjadi ‘penjudi’ (penjual diri) karena ingin seperti
kawan-kawannya yang hidup berkelimang kemewahan. Tapi dia sadar, kalau
keinginannya untuk seperti itu tidak akan bisa karena kedua orang tuanya
hidupnya serba pas-pasan.
"Jangankan untuk membeli pakaian yang
harganya cukup mahal, untuk belanja sehari-hari aja kurang,"kata gadis
yang mengaku masih sekolah di SLTA dibilangan Jakarta Selatan tersebut.
Dengan ketiadaannya itu, ABG (anak baru gede)
yang satu ini terpaksa mejeng dan menjual diri di mal. Tujuannya hanya satu,
dapat nonton dan menemani om-om yang berkantong tebal. Gadis mungil berkulit
putih itu pun hampir tiga kali dalam satu minggu nongkrong di pusat
perbelanjaan dibilangan Kalibata, Jakarta Selatan.
Kebutuhan hidup
Sepintas orang tidak akan menyangka kalau
perempuan yang mengaku baru berumur 15 tahun itu menjual diri demi memenuhi
kebutuhannya hidup yang mewah. Sebenarnya Siska malu. Apalagi jika bertemu
dengan teman atau tetangga rumahnya. "Habis gimana Bang, jika nggak begini
saya tidak punya duit jajan yang cukup. Uang yang dikasih orang tua tak
cukup," kata Siska yang mengaku tinggal di kawasan Cempaka Putih, Jakpus.
Anak kedua dari empat bersaudara itu mengaku
bapaknya hanyalah buruh pabrik di kawasan Bekasi dengan gaji yang sangat
pas-pasan Hidup serba kekurangan, sementara teman sebayanya hidup serba
berkecukupan. Iri ingin seperti teman – temanya membuatnya mengambil jalan
pintas.
Berbekal tubuh yang seksi, dia terpaksa terjun
ke dalam bisnis "esek- esek". “Pertama-tama saya melakukannya sempat
gemeter dan takut akan ketahuan orang, tapi kini sudah terbiasa, “ katanya
seraya menambahkan sekali kencan, dia pasang tarif antara Rp 200.000 hingga Rp
250.000.
Kesepian di
rumah
Lain lagi dengan Lia. Kebiasaan nongkrong di
bioskop itu karena merasa kesepian di rumah setelah kedua orang tuanya sibuk
dengan bisnisnya masing-masing. Hampir setiap pulang sekolah gadis itu
menyempatkan diri datang ke bioskop yang berada di kawasan Atrium, Senen,
Jakarta Pusat. Di tempat itu, ABG ini mengaku banyak teman bukan hanya sesama
pelajar seusianya, tapi om-om yang suka mencari daun muda.
"Saya sering diajak nonton sama om-om dan
brondong. Saya nggak pernah pasang tarif, berapa pun dia mengasih pasti saya
terima,"ujar Lia sambil menambahkan setiap diajak nonton dirinya di kasih
uang Rp 100 ribu hingga 200 ribu.
Lia mengaku setiap hari selalu membawa baju dan
celana ganti. "Kalau pakai seragam sekolah dilarang satpam masuk ke mal.
Saya bawa ganti untuk mengelabuhi petugas keamanan," tambah gadis yang
mengaku tinggal di daerah kawasan elite Kelapa Gading, Jakut.
Lia nongkrong di mal bukan semata mencari uang,
tapi yang utama kesenangan. Tak heran jika ada pria yang cocok dengannya, tanpa
dikasih uang pun nggak apa-apa. Tapi kalau tidak sesuai dengan kehendak
hatinya, dibayar berapa pun akan ditolaknya. "Kalau cocok, cepek ceng (Rp
100.000) bersih, kita sikat aja Mas," kata Lia sambil tertawa lepas.
Jika sudah transaksi, kencan berlanjut di
hotel-hotel transit tak jauh dari lokasi. Tapi kadang-kadang Lia tak segan
menolak tunge, istilah mereka untuk hubungan intim, kalau pelanggannya itu tak
royal membelikan makanan dan rokok.
Susan lain lagi. Kebiasaan nongkrong di mal
setelah beberapa kali diajak teman sekolahnya mejeng di pusat pembelanjaan
tersebut. Awalnya, dia takut dicap cewek yang nggak benar, tapi lama-lama
mengaku terbiasa bahkan ketagihan.
"Berani berkenalan dan mau diajak jalan
sama om-om setelah beberapa kali ditemani teman saya. Semula saya malu-malu,
tapi karena duit yang saya dapat banyak akhirnya keterusan deh,"ungkap ABG
yang mengaku tinggal di daerah Rawamangun, Jaktim tersebut.
Sumber : http://www.modifikasi.com/showthread.php/591588-Gaya-Hidup-Remaja-Metropolis-Jual-Diri-Demi-Sebuah-Kemewahan-Semu/img3#post2060831098
wah makasih gan, Fakta Anak Kedua juga bisa dijadikan bahan acuan :) nice share ya gan :)
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete